WAYANG KHASANAH TQN MURSYID KE 39. Hiruk pikuk masa kampanye pemilihan Presiden Republik Indonesia (RI) tahun 2014 ini telah banyak menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat terkait siapa yang akan dipilih menjadi Presiden untuk memimpin Indonesia periode lima tahun ke depan. Dasar Ajaran Cinta Negara Bagi Ikhwan Thoriqoh Qodiriyyah KH Rd. Muhammad Yusuf Prianadi Kartakoesoemah kupas tuntas tentang Maqom-maqom Thoriqoh Selengkapnya silahkan simak di link berikut.. Sejakumur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia sudah menjadi guru. Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu, dia kembali ke tanah kelahirannya. AbuyaMuhtadi Cidahu Pandeglang Banten, sosok ulama kharismatik sekaligus paku Banten yang masih hidup. Sosok ulama yang terdaftar dalam jajaran Mustasyar PBNU ini, adalah seorang putra dari Abuya Dimyati Banten. Abuya Muhtadi juga disebut sebagai Al-Mursyid sebab telah menguasai 14 Fan Thoriqoh dan menjadi Mursyid Thoriqoh As Syadziliyyah. HabibMuhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (lahir 10 November 1947) adalah seorang Sayyid, Kiai, Ulama, Mursyid dan Dai berkebangsaan Indonesia. Dr. (HC). Habib Muhammad Luthfi bin Yahya. Selain menjadi pendakwah, Habib Luthfi juga menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah. aRCpQ. Jumat, 26 Mei 2023 0700 WIB Mursyid. Iklan Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara BUMN Erick Thohir resmi menunjuk Mursyid sebagai Direktur Utama PT Waskita Karya Persero Tbk. menggantikan Destiawan Soewardjono. Erick merombak jajaran direksi dan komisaris Waskita Karya usai ditetapkannya Destiawan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi. Penetapan Mursyid sebagai Direktur Utama Waskita Karya berlangsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan RUPST 2022 di Gedung Waskita Heritage, Jakarta, pada Kamis, 25 Mei 2023. Mursyid sempat menduduki posisi Plt Direktur Utama Waskita Karya saat Destiawan diberhentikan sementara dari jabatannya. Sebelumnya, Mursyid merupakan mantan Direktur Human Capital Management, Pengembangan Sistem dan Legal Waskita Karya. Mursyid pun pernah menjabat sebagai Komisaris Utama PT Waskita Karya Beton Tbk dan mengundurkan diri pada Juni 2022. Mursyid merupakan lulusan dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Ia menyelesaikan gelar S1 Teknik jurusan Teknik Sipil pada 1993. Kemudian dia meraih gelar S2 jurusan manajemen di universitas yang sama pada 2010. Dia mulai berkarir di PT Wijaya Karya sejak 1993. Murysyid dipercaya menjabat sebagai pemimpin di berbagai proyek. Di antaranya Manajer Konstruksi Proyek Double Track Yogyakarta-Kroya pada 2005 sampai 2008. Kemudian dia menjabat sebagai Manajer Konstruksi Proyek Kanal Timur Paket 24 pada 2008 sampai 2009. Pada 2009-2012, Mursyid menjadi Manajer Proyek Pembangunan Dam Tembesi Tahap 1 Pilot Dyke. Lalu pada pada 2012-2023, dia menjabat posisi Manajer Proyek Pembangunan Dermaga Utara Pelabuhan Laut Batu Ampar. Dia juga pernah menjadi General Manager Departemen Umum 1 pada 2015 sampai Selain menunjuk Direktur Utama yang baru, ... 12 Selanjutnya Artikel Terkait Erick Thohir Ungkap 6 Terobosan Baru dalam Kompetisi Liga 1 2023-2024 1 jam lalu Targetkan Dividen BUMN 2024 Rp 80,2 T, Erick Thohir Sebenarnya Cukup Berat 1 jam lalu Liga 1 Musim 2023-2024 akan Tetapkan Salary Cap, Erick Thohir Agar Klub Tak Bangkrut 8 jam lalu Cak Imin Sebut PKB Terbuka jika PAN Ingin Gabung Koalisi KIR 8 jam lalu PMN Tambahan Injourney Rp 1,19 T Disetujui, Dirut Untuk Penyelesaian Kewajiban di Mandalika 8 jam lalu Emtek Grup Kembali Pegang Hak Siar, Liga 1 2022-2023 Ditayangkan Langsung Indosiar dan Vidio 10 jam lalu Rekomendasi Artikel Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini. Video Pilihan Erick Thohir Ungkap 6 Terobosan Baru dalam Kompetisi Liga 1 2023-2024 1 jam lalu Erick Thohir Ungkap 6 Terobosan Baru dalam Kompetisi Liga 1 2023-2024 Erick Thohir menyebut banyak terdapat terobosan baru untuk Liga 1 2023/2024 musim depan yang akan dimulai pada 1 Juli. Targetkan Dividen BUMN 2024 Rp 80,2 T, Erick Thohir Sebenarnya Cukup Berat 1 jam lalu Targetkan Dividen BUMN 2024 Rp 80,2 T, Erick Thohir Sebenarnya Cukup Berat Kementerian BUMN menyebut dividen yang berpotensi untuk diberikan pada 2024 Rp80,2 triliun. Liga 1 Musim 2023-2024 akan Tetapkan Salary Cap, Erick Thohir Agar Klub Tak Bangkrut 8 jam lalu Liga 1 Musim 2023-2024 akan Tetapkan Salary Cap, Erick Thohir Agar Klub Tak Bangkrut Ketua Umum PSSI Erick Thohir akan menetapkan standar gaji dan pengeluaran untuk klub Liga 1 mulai musim 2023-2024. Cak Imin Sebut PKB Terbuka jika PAN Ingin Gabung Koalisi KIR 8 jam lalu Cak Imin Sebut PKB Terbuka jika PAN Ingin Gabung Koalisi KIR Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan PKB sangat terbuka jika Partai Amanat Nasional PAN akan merapat ke Koalisi KIR PMN Tambahan Injourney Rp 1,19 T Disetujui, Dirut Untuk Penyelesaian Kewajiban di Mandalika 8 jam lalu PMN Tambahan Injourney Rp 1,19 T Disetujui, Dirut Untuk Penyelesaian Kewajiban di Mandalika Usulan Penyertaan Modal Negara PMN tambahan yang diajukan Kementerian BUMN untuk holding BUMN pariwisata, PT Aviasi Pariwisata Indonesia Persero atau dikenal InJourney, sebesar Rp 1,19 triliun telah disetujui DPR RI. Bagaimana alokasi penggunaannya? Emtek Grup Kembali Pegang Hak Siar, Liga 1 2022-2023 Ditayangkan Langsung Indosiar dan Vidio 10 jam lalu Emtek Grup Kembali Pegang Hak Siar, Liga 1 2022-2023 Ditayangkan Langsung Indosiar dan Vidio PT Elang Mahkota Teknologi Emtek Group melalui Indosiar dan Vidio akan kembali menjadi pemegang hak siar Liga 1 2023-2024. Selain Erick Thohir, PAN Juga Munculkan Muhadjir Effendy sebagai Bacawapres 10 jam lalu Selain Erick Thohir, PAN Juga Munculkan Muhadjir Effendy sebagai Bacawapres Politikus Partai Amanat Nasional Zainuddin Maliki mengatakan Muhadjir Effendy masuk dalam bursa cawapres di partainya selain Erick Thohir. Dugaan Lapkeu Waskita dan WIKA Dipoles, Erick Thohir Pasti Kita Lakukan Tindakan Hukum Keras 11 jam lalu Dugaan Lapkeu Waskita dan WIKA Dipoles, Erick Thohir Pasti Kita Lakukan Tindakan Hukum Keras Menteri Badan Usaha Milik Negara BUMN Erick Thohir menanggapi dugaan laporan keuangan BUMN Karya, PT Waskita Karya Persero Tbk dan PT Wijaya Karya Persero Tbk alias WIKA. WSBK dan MotoGP di Mandalika Merugi, Erick Thohir Event yang Memberatkan, Negoisasi Ulang 12 jam lalu WSBK dan MotoGP di Mandalika Merugi, Erick Thohir Event yang Memberatkan, Negoisasi Ulang Sejumlah event internasional di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat disebut merugi. Menteri Badan Usaha Milik Negara BUMN Erick Thohir menyebut akan melakukan negosiasi ulang terhadap beberapa event tersebut. Jokowi Minta Pengawasan Berorientasi Hasil, BPKP Ekspektasi Tinggi Presiden Harus Kita Jaga 12 jam lalu Jokowi Minta Pengawasan Berorientasi Hasil, BPKP Ekspektasi Tinggi Presiden Harus Kita Jaga Ateh meminta seluruh pegawai BPKP untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan Presiden Jokowi. - Sejarah thoriqoh di Indonesia diyakini sama tuanya dengan sejarah masuknya Islam ke nusantara itu sendiri. Proses islamisasi nusantara secara besar-besaran terjadi pada penghujung abad 14 atau awal abad 15, bersamaan dengan masa keemasan perkembangan tasawuf akhlaqi yang ditandai dengan munculnya aliran-aliran thoriqoh di Timur Tengah. Fase itu sendiri telah dimulai sejak Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali wafat 1111 M merumuskan konsep tasawuf moderat yang memadukan keseimbangan unsur akhlaq, syariat, dan filsafat. Konsep itu diterima secara terbuka oleh kaum fuqaha yang sebelumnya menentang habis-habisan ajaran tasawuf falsafi yang kontroversial. Setelah Al-Ghazali sukses dengan konsep tasawuf moderatnya yang dianggap selaras dengan syariat, berturut-turut muncul tokoh-tokoh sufi yang mendirikan zawiyyah pengajaran tasawuf akhlaqi di berbagai tempat. Sebut sajaSyaikh Abdul Qadir Al-Jilani wafat 1166 M, yang ajaran tasawufnya menjadi dasar thoriqoh Qadiriyyah. Syaikh Najmudin Kubra wafat 1221 M, sufi Asia Tengah pendiri thoriqoh KubrawiyyahSyaikh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili wafat 1258, pendiri thoriqoh Syadziliyyah asal Maghribi, Afrika UtaraAhmad Ar-Rifa’i wafat 1320 yang mendirikan thoriqoh Rifa’iyyah. Selain itu, awal abad keempat belas juga menjadi fase pertumbuhan thoriqoh Naqsyabandiyyah yang didirikan oleh Syaikh Muhammad Bahauddin An-Naqsyabandi wafat 1389 dan thoriqoh Syathariyyah yang didirikan Syaikh Abdullah Asy-Syaththari wafat 1428 M. Kedua thoriqoh tersebut belakangan menjadi yang thoriqoh besar yang memiliki banyak pengikut di tanah sejarawan barat meyakini, Islam bercorak sufistik itulah yang membuat penduduk nusantara yang semula beragama Hindu dan Buddha menjadi sangat tertarik. Tradisi dua agama asal India yang kaya dengan dimensi metafisik dan spiritualitas itu dianggap lebih dekat dan lebih mudah beradaptasi dengan tradisi thoriqoh yang dibawa para wali. Sayangnya dokumen sejarah islam sebelum abad 17 cukup sulit begitu, beberapa catatan tradisional di keraton-keraton sedikit banyak bercerita tentang aktivitas thoriqoh di kalangan keluarga istana raja-raja satu referensi keterkaitan para wali dengan dunia thoriqoh adalah Serat Banten Rante-rante, sejarah Banten kuno. Dalam karya sastra yang ditulis di awal berdirinya kesultanan Banten itu disebutkan, pada fase belajarnya Sunan Gunung Jati pernah melakukan perjalanan ke tanah Suci dan berjumpa dengan Syaikh Najmuddin Kubra dan Syaikh Abu Hasan Asy- Syadzili. Dari kedua tokoh berlainan masa itu sang sunan konon memperoleh ijazah kemursyidan thoriqoh Kubrawiyyah dan jika mengacu pada data kronologi sejarah tentu saja pertemuan fisik antara Sunan Gunung Jati yang hidup di abad 16 dengan Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili yang wafat di abad 13, apalagi dengan Syaikh Najmudin Kubra yang wafat pada tahun 1221 M, tidaklah dari kebenaran cerita pertemuan Sunan Gunung Jati dengan dua pendiri thoriqoh dalam Serat Banten Rante-rante, pendiri Kesultanan Cirebon itu diyakini sebagai orang pertama yang membawa thoriqoh Kubrawiyyah dan Syadziliyyah ke tanah Jawa. Thoriqoh lain yang masuk nusantara pada periode awal adalah thoriqoh Qadiriyyah, Syaththariyyah dan Rifa’iyyah. Ketiga thoriqoh tersebut masuk ke Sumatra sepanjang abad 16 dan 17 secara susul era Syaikh Al-Qusyasyi dan Al-Kurani, pada abad 18, tokoh ulama sufi yang menjadi tujuan belajar utama santri Jawah adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammani wafat 1775 M, penjaga makam Rasulullah SAW, yang produktif menulis dan mengajarkan perpaduan ajaran thoriqoh Khalwatiyyah, Qadiriyyah, Naqsyabandiyyah dan Syadziliyyah. Sufi yang dikenal banyak memiliki karamah itu juga menyusun sebuah ratib dan mengajarkan metode berzikir baru yang belakangan dikenal sebagai wirid thoriqoh Sammaniyyah. Seiring kepulangan santri Jawah yang telah selesai belajar di tanah suci, menjelang akhir abad delapan belas, berbagai thoriqoh telah tersebar luas di nusantara. Setiap daerah memiliki kekhasan thoriqohnya sendiri, sesuai yang dianut petinggi agama setempat. Beberapa daerah juga memiliki tradisi yang merupakan perpaduan dari berbagai thoriqoh terkenal. Jejak thoriqoh Qadiriyyah dan Rifa’iyyah, misalnya, bisa dikenali lewat kesenian debus yang tersebar mulai di berbagai kesultanan seperti Aceh, Kedah, Perak, Minangkabau, Banten, Cirebon, Maluku, dan Sulawesi kesenian yang mengedepankan aspek kesaktian itu juga dikenal di komunitas Melayu di Cape Town, Afrika Selatan, yang mungkin mendapatkannya dari Syaikh Yusuf Al-Makassari dan murid-muridnya. Selain dua thoriqoh tersebut, debus juga dijadikan media penyebaran dan perjuangan thoriqoh Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah TQN, tarekat baru yang didirikan oleh ulama sufi Makkah asal Kalimantan Barat, Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasi wafat 1878. Sufi besar itu mempunyai tiga orang khalifah asisten, yang kelak bisa menggantikan sebagai guru utama, yakni Syaikh Abdul Karim Banten, Syaikh Tholhah Cirebon dan Syaikh Ahmad Hasbullah Madura tinggal di Makkah. Thoriqoh besar lain yang ikut mewarnai khazanah muslim nusantara adalah thoriqoh Tijaniyyah yang didirikan oleh Syaikh Ahmad At-Tijani 1737 – 1815 Sufi dari Afrika Utara. Karena usianya yang masih muda, thoriqoh ini baru masuk Indonesia setelah tahun 1920an, melalui Jawa Barat. Pembawanya adalah Syaikh Ali bin Abdullah At-Thayyib Al-Azhari, ulama pengembara kelahiran Makkah. Selain thoriqoh-thoriqoh yang sudah disebut di muka, ada lagi beberapa thoriqoh yang masuk ke nusantara di seputar abad 19-20. Yang paling besar tentu saja thoriqoh Naqsyabandiyyah Khalidiyyah TNK, hasil pembaruan dari thoriqoh Naqsyabandiyyah yang dilakukan oleh Maulana Khalid Al-Mujaddid Al-Baghdadi. Thoriqoh ini, menurut berbagai sumber yang dikutip Martin Van Bruinessen, dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, masuk nusantara untuk kali pertama melalui Syaikh Ismail Al-Minangkabawi, yang mengajar di Singapura, di abad 19. Melalui tokoh mendapat ijazah dari Syaikh Abdullah Barzinjani khalifah Maula Khalid itu TNK-pun menyebar ke Kerajaan Riau, Kerajaan Minang kemudian seluruh tanah air. Thoriqoh Naqsyabandiyyah Khalidiyyah semakin berkembang pesat di tanah air melalui jamaah haji sejak Syaikh Sulaiman Zuhdi, khalifah thoriqoh tersebut membuka zawiyyah di Jabal Abi Qubais, Makkah Al-Mukarramah. Untuk wilayah Jawa, misalnya, Syaikh Sulaiman menunjuk tiga khalifah Syaikh Abdullah Kepatihan Tegal, Syaikh Muhammad Ilyas Sokaraja Banyumas, dan Syaikh Muhammad Hadi, Girikusumo Salatiga. Khalifah pertama hingga wafatnya tidak mengangkat pengganti. Sementara kekhalifahan Syaikh Muhammad Hadi Girikusumo dilanjutkan oleh putranya Kiai Manshur Popongan Klaten, lalu oleh cucunya Kiai Salman Dahlawi, serta murid-muridnya Kiai Arwani Amin Kudus, Abdullah Salam Kajen dan Hafidh Rembang. [8]Sedangkan kekhalifahan Syaikh Ilyas diteruskan oleh putranya Kiai Abdul Malik, Purwokerto. Sepeninggal Mbah Malik kemursyidan Naqsyabandiyyah diteruskan murid kesayangannya, Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim Bin Yahya di pekalongan. Sementara kemursyidan di Kedung Paruk diteruskan oleh cucunya Abdul Qadir bin Ilyas Noor, lalu diteruskan adiknya Said bin Ilyas Noor dan kini dilanjutkan oleh Muhammad bin Ilyas mewariskan thoriqoh Naqsyabandiyyah Khalidiyyah, Kiai Abdul Malik juga mewariskan ijazah kemursyidan beberapa thoriqoh kepada Habib Luthfi Bin Yahya, salah satunya adalah thoriqoh Syadziliyyah. Bahkan, belakangan pemimpin tertinggi Jam’iyyah Ahlith thoriqoh Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah itu lebih identik dengan tarekat yang berasal dari Afrika Utara melalui jalur Kiai Abdul Malik, thoriqoh Syadziliyyah di Jawa juga dibawa oleh Muhammad Dalhar Watucongol, Muntilan, dan Kyai Siroj, Payaman, Magelang; Ahmad Ngadirejo, Klaten; Kyai Abdullah bin Abdul Muthalib, Kaliwungu, Kendal; Kyai Abdurrahman Syaikh Abdul Kaafi II Sumolangu, Kebumen; dan Idris Jamsaren, Solo. Keenam guru Syadziliyah pertama memiliki mata rantai sanad yg sama Kyai Ahmad, Kyai Abdullah, Kyai Abdurrahman, Mbah Malik dan Mbah Dalhar mendapatkan ijazahnya dari Syaikh Ahmad Nahrowi Muhtarom Al-Makki, ulama Haramain asal Banyumas. Sementara Kiai Idris Jamsaren yang satu generasi lebih tua mendapatkan ijazah kemursyidannya dari guru Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtaram, yakni Syaikh Muhammad Shalih Al-Mufti banyak lagi thoriqoh-thoriqoh lain yang saat ini terus tumbuh dan berkembang di tanah air, baik yang mu’tabar keabsahannya diakui maupun yang belum diakui. Dari yang diperkirakan datang bersamaan dengan tibanya wali songo seperti thoriqoh Kubrawiyyah, sampai yang baru masuk Indonesia di penghujung abad dua puluh, seperti thoriqoh Naqsyabandiyyah Haqqaniyyah atau Syadziliyyah Darqawiyyah yang dibawa para alumnus Damaskus, Syiria[11].Namun demikian, meski secara umum thoriqoh terus berkembang dan bertambah jumlah pengikutnya, namun karena ada beberapa kekhasan tradisi, seperti sistem kemursyidan yang cukup rumit, banyak pusat pengajaran thoriqoh yang saat ini mengalami kemandegan bahkan hilang sama sekali. Salah satunya adalah pusat pengajaran thoriqoh Syadziliyyah di Kota masa keemasaannya, Kota Solo dan sekitarnya pernah menjadi pusat pengajaran thoriqoh Syadziliyyah, dengan beberapa guru mursyid yang cukup terkenal di kalangan ahlith thoriqoh. Pada era abad 19, ada dua tokoh yang sangat terkenal dan kharismatik, yaitu Idris, pengasuh Pondok Pesantren Jamsaren, dan Ahmad, pengasuh Pesantren Ngadirejo Klaten. Pada era selanjutnya, juga dikenal tokoh Kyai Siradj, Panularan, dan Kyai Abdul Muid, Tempursari-Klaten, lalu setelahnya Kyai Ma’ruf Mangunwiyoto, Jenengan; Kyai Abdul Ghani Ahmad Sadjadi, dan terakhir Kyai Idris, Kacangan, beberapa nama tersebut hanya Kyai Idris Jamsaren, Kyai Abdul Mu’id Tempursari, dan Kyai Ma’ruf yang mempunyai hubungan keluarga sekaligus hubungan guru murid. Setelah Kyai Idris Jamsaren wafat, Kyai Abdul Mu’id, sang kemenakan, menggantikan kedudukannya sebagai mursyid. Dan ketika Kyai Abdul Mu’id wafat, sang putra Kyai Ma’ruf Mangunwiyoto yang menjadi sayang, ketika Kyai Ma’ruf wafat, regenerasi kemursyidannya berhenti, seperti halnya mursyid-mursyid thoriqoh Syadziliyyah lain di Solo dan menarik menggali faktor-faktor yang menyebabkan kemandegan proses regenerasi tersebut. Hal ini mengingat, bahwa selain hadits, adalah thoriqoh yang sangat ketat menjaga tradisi ThoriqohSepeninggal Nabi SAW, fitnah besar terjadi di separuh terakhir masa pemerintahan Al-Khulafaur Rasyidun, dan semakin menghebat pada masa daulah Bani Umayyah, di mana sistem pemerintahan telah mirip dengan kerajaan. Penguasa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka, keluarga atau kelompoknya dan mengalahkan kepentingan rakyat kebanyakan. Dan akhirnya berujung pada munculnya “pemberontakan” yang digerakkan oleh golongan khawarij, syiah, dan golongan pertama memberontak dengan motivasi politik merebut kekuasaan dan golongan terakhir melakukan “pemberontakan” untuk mengingatkan para penguasa agar kembali kepada ajaran agama dan kembali memakmurkan kehidupan rohani. Mereka berpendapat bahwa kehidupan rohani yang terjaga dan terpelihara dengan baik akan dapat memadamkan api fitnah, iri dengki dan yang muncul dari iri dan dengki yang lahir karena perasaan hubbud dunya wa karahiyatul maut terlalu cinta pada kehidupan duniawi dan takut mati itu pula yang belakangan mereka yakini telah menghancur leburkan Daulat Bani Umayyah dan Daulat Bani Abbasiyyah. Meski keduanya pernah termasyhur sebagai merupakan pemerintahan yang terbesar di dunia,dengan wilayah kekuasaan yang terbentang dari daratan Asia dan Afrika di bagian timur sampai daratan Spanyol Eropa di bagian barat.[12]Gerakan para Zuhhad pada mulanya merupakan kegiatan sebagian kaum muslimin yang semata- mata berusaha mengendalikan jiwa mereka dan menempuh cara hidup unuk mencapai ridlo Allah Swt, agar tidak terpengaruh dan terpedaya oleh tipuan dan godaan duniawi materi. Lama kelamaan cara kehidupan rohani yang mereka tempuh berkembang menjadi alat unuk mencapai tujuan yang lebih murni, bahkan lebih mendalam, yaitu mencapai hakekat ketuhanan dan ma’rifat mengenal kepada Allah yang sebenar-benarnya, melalui riyadhah laku pihatin, mujahadah perjuangan batin yang sungguh-sungguh, mukasyafah tersingkapnya tabir antara dirinya dan Allah, musyahadah penyaksian terhadap keberadaan Allah. Dengan isilah lain, laku batin yang mereka tempuh dimulai dengan takhalli mengosongkan hati dari sifat-sifat tercela, lalu tahalli menghiasi hati dengan sifat yang terpuji, lalu tajalli mendapatkan pencerahan dari Allah SWT. Tata caa kehidupan rohani tersebut kemudian tumbuh berkembang di kalangan masarakat muslim, yang akhirnya menjadi disiplin keilmuan tersendiri, yang dikenal dengan ilmu Tashawuf atau munculnya Tasawuf di akhir abad kedua hijriah, lahir juga istilah thoriqoh yang perlahan mulai menemukan bentuknya sebagai sebuah sistem dan metodologi yang terdiri dari sekumpulan aqidah, akhlak, dan seperangkat aturan terentu bagi kaum Shufiyyah, metode kaum sufi, saat itu menjadi penyeimbang terhadap thoriqoh Arbabil Aql wal fikr, metode penalaran kelompok orang yang menggunakan akal dan pikiran. thoriqoh yang pertama lebih menekankan pada dzauq rasa sedangkan yang kedua lebih menekankan pada burhan bukti nyata /empiris. Istilah thoriqoh juga digunakan untuk menyebut suatu pembimbingan pribadi dan perilaku yang dilakukan oleh seorang guru musyid kepada muridnya. Pengertian terakhir inilah yang lebih banyak difahami orang banyak ketika mendengar kata thoriqoh atau perkembangan berikutnya, berkembang perbedaan metode laku batin yang diamalkan dan diajarkan para tokoh sufi kepada muridnya, yang disebabkan perbadaan pengalaman dan rasa antar masing-masing tokoh, meski tujuan akhir mereka semua tetap sama menggapai ridha dan cinta Allah SWT. Perbedaan metode itulah yang akhirnya memunculkan aliran-aliran thoriqoh yang namanya diambil dari tokoh-tokoh sentral aliran tersebut, seperti Qadiriyah, Rifa’iyyah, Syadziliyyah, Dasuqiyyah/Barahamiyyah, Zainiyyah, Tijaniyyah, Naqsabandiyyah, dan lain yang Berhak Menjadi Mursyid ThoriqohMursyid adalah sebutan untuk seorang guru pembimbing thoriqoh yang telah memperoleh izin dan ijazah dari guru mursyid di atasnya, yang terus bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW sebagai Shahibuth thoriqoh, untuk men-talqin-kan dzikir atau wirid thoriqoh kepada orang-orang yang datang meminta bimbingannya murid. Dalam thoriqoh Tijaniyyah, sebutan untuk mursyid adalah mempunyai kedudukan yang penting dalam ilmu thoriqoh. Karena ia tidak saja pembimbing yang mengawasi murid-muridnya dalam kehidupan lahiriah sehari-hari agar tidak menyimpang dari ajaran islam dan terjerumus dalam kemaksiatan, tetapi ia juga merupakan pemimpin kerohanian bagi para muridnya agar bisa wushul terhubung dengan Allah SWT. Karena ia merupakan washilah perantara antara si murid dengan Allah Swt. Demikian keyakinan yang terdapat dikalangan ahli thoriqoh.[14] Oleh karena itu, jabatan ini tidak boleh dipangku oleh sembarang orang, sekalipun pengetahuannya tentang ilmu thoriqoh cukup lengkap. Tetapi yang terpenting ia harus memiliki kebersihan rohani dan kehidupan batin yang tulus dan Muhammad Amin Al-Kurdy, salah seorang tokoh thoriqoh Naqsyabandiyah yang bermazhab Syafi’i, menyatakan, yang dinamakan Syaikh/Mursyid adalah orang yang sudah mencapai maqom Rijalul Kamal, seorang yang sudah sempurna suluk/lakunya dalam syari’at dan hakikat menurut Al Qur’an, sunnah dan ijma’. Hal yang demikian itu baru terjadi sesudah sempurna pengajarannya dari seorang mursyid yang mempunyai maqam kedudukan yang lebih tinggi darinya, yang terus bersambung sampai kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang bersumber dari Allah SWT dengan melakukan ikatan-ikatan janji dan wasiat bai’at dan memperoleh izin maupun ijazah untuk menyampaikan ajaran suluk dzikir itu kepada orang mursyid yang mu’tabar, diakui keabsahanya, itu tidak boleh diangkat dari seorang yang bodoh, yang hanya ingin menduduki jabatan itu karena nafsu. Mursyid merupakan penghubung antara para muridnya dengan Allah SWT, juga merupakan pintu yang harus dilalui oleh setiap muridnya untuk menuju kepada Allah SWT. Seorang syaikh/mursyid yang tidak mempunyai mursyid yang benar di atasnya, menurut Al-Kurdy, maka mursyidnya adalah syetan. Seseorang tidak boleh melakukan irsyad bimbingan dzikir kepada orang lain kecuali setelah memperoleh pengajaran yang sempurna dan mendapat izin atau ijazah dari guru mursyid di atasnya yang berhak dan mempunyai silsilah yang benar sampai kepada Rasulullah SAW. Sementara Syaikh Abdul Qadir Jailani, sebagaimana dikutip oleh Syaikh Ja’far bin Abdul Karim Al-Barzanji, menetapkan syarat menjadi mursyid lebih luas lagi memiliki keilmuan standar para ulama, kearifan para ahli hikmah, dan wawasan serta nalar politik seperti para syarat yang cukup berat ini menunjukkan bahwa selain membimbing dalam urusan agama, seorang mursyid juga menjadi penasehat bagi murid-muridnya dalam hampir seluruh aspek kehidupannya politik, ekonomi, budaya, sosial dan luar urusan pendidikan dan kapasitas personal, kalangan thoriqoh juga meyakini, bahwa terpilihnya seorang sufi menjadi guru mursyid adalah anugerah sekaligus ujian hidup yang luar biasa. Karena itu pemilihan seseorang mursyid bukan sekedar hasil pemikiran dan ijtihad dari gurunya, melainkan hasil petunjuk dari Allah Ta’ala dan Rasulullah, sebagai pemilik dan guru sejati ilmu thoriqoh. Karena pengangkatannya bersumber dari petunjuk atau isyarah yang diberikan Allah, kemursyidan seseorang sufi biasanya diketahui secara spiritual oleh mursyid-mursyid mu’tabar lain di penjagaan otentisitas sanad kemursyidan melalui jalur spiritual, upaya penjagaan lahiriah juga diupayakan para guru mursyid dengan selalu menghadirkan empat orang saksi dalam prosesi pengangkatan seorang murid menjadi mursyid, dan belakangan dengan surat keterangan semua dalam rangka menghindari fitnah-fitnah atau pengakuan palsu mengenai kemursyidan seseorang, yang berpotensi merugikan umat Islam yang ingin mempelajari dan mengikuti thoriqoh prosesnya yang diyakini murni bersumber dari petunjuk Allah SWT dan Rasulullah SAW itu pula proses regenerasi kemursyidan tidak berjalan dengan mudah dan terus mengalir secara otomatis. Jika ada seorang ulama yang menjadi mursyid, tidak otomatis bisa diharapkan anaknya akan menggantikannya sebagai mursyid kelak sepeninggal sang ayah. Juga tidak dengan mudah diharapkan, jika ada seorang mursyid yang memiliki banyak murid maka akan dengan mudah mengangangkat banyak pengganti. Karena itu tak jarang, seorang mursyid yang sangat terkenal sampai wafatnya tidak mengangkat mursyid baru atau mursyid penggantinya, sehingga garis kemursyidannya pun Mursyid atau Muqaddam, yang berhak mengajarkan thoriqoh, menerima bai’at dan mengangkat mursyid baru, dalam tradisi thoriqoh –termasuk Syadziliyyah—di Indonesia juga dikenal sebutan Khalifah dan Badal Mursyid. Khalifah adalah seorang sufi yang mendapat ijazah untuk mengajarkan thoriqoh dan menerima pembai’atan, kepada umat Islam, tetapi tidak berhak mengangkat mursyid baru. Sedangkan Badal adalah seorang sufi, murid senior dari seorang mursyid, yang membantu proses pengajaran thoriqoh dan menerima pemba’aiatan atas nama dan dengan ijin mursyid. Jadi badal tidak berhak membuka pembai’atan dan pengajaran sendiri, secara seorang guru mursyid wafat dan tidak mengangkat pengganti, maka demi keberlangsungan suluknya, para murid diharuskan melanjutkan pelajaran, bai’at dan suluknya kepada guru mursyid Syadziliyyahthoriqoh Syadziliyyah adalah thoriqoh yang didirikan oleh Syaikh Abu al-Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy-Syadzili, ulama kelahiran Ghamarah, sebuah kampung di wilayah al-Maghrib al-Aqsha yang sekarang dikenal dengan Maroko, pada tahun 593 H 1197 M, dan wafat di Humaitsara, Mesir pada tahun 656 H 1258M.] Beliau adalah seorang sufi pengembara yang mengajarkan bersungguh-sungguh dalam berdzikir dan berfikir di setiap waktu, tempat dan keadaan untuk mencapai fana’ ketiadaan diri di hadapan Allah. Beliau juga mengajarkan pada muridnya untuk bersikap zuhud pada dunia dan iqbal perasaan hadir di hadapan Allah. Beliau juga mewasiatkan agar para muridnya membaca kitab Ihya’ Ulumuddin dan kitab Qutul Syadzili menjelaskan pada muridnya bahwa thoriqohnya berdiri di atas 5 perkara yang pokok, yaituTaqwa pada Allah Swt dalam keadaan rahasia maupun sunnah Nabi dalam perkataan maupun dari makhluk tidak menumpukan harapan ketika berada di depan atau di belakang terhadap Allah Swt dalam pemberianNya sedikit maupun kepada Allah Swt dalam keadaan senang maupun samping itu beliau juga mengajak mereka untuk mengiringi thoriqohnya dengan dzikir-dzikir dan do’a– do’a sebagaimana termuat dalam kitab-kitabnya, seperti Al-Ikhwah, Hizb Al-barr, Hizb Al-Bahr, Hizb Al Kabir, Hizb Al-Lathif, Hizb Al Anwar dan Syadziliyah ini berkembang dan tersebar di Mesir, Sudan, Libia, Tunisia, Al-Jazair, Negeri utara Afrika, Syiria dan juga Indonesia. Dan belakangan thoriqoh ini kian digemari di Indonesia karena amalan wiridnya yang ringan, mudah dan tidak memakan banyak waktu, sangat cocok u ntuk kalangan pegawai atau karyawan yang jam kerjanya padat. Dan -untuk di Pulau Jawa saat ini—tentu karena ketokohan para mursyidnya, khususnya Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya yang saat ini menjabat sebagai tokoh sentral dalam Jam’iyyah Ahlith thoriqoh Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah, organisasi para pengamal thoriqoh mu’tabarah yang bernaung di bawah Nahdlatul dan Kemursyidan Syadziliyyah di SoloSebagaimana telah dipaparkan di pendahuluan, bahwa thoriqoh Syadziliyyah diperkirakan telah masuk ke Jawa sejak zaman walisongo, yakni oleh Sunan Gunung Jati, Cirebon. Catatan lain memperkirakan thoriqoh Syadziliyyah masuk ke Jawa Timur pada pengujung abad 18. Pembawanya adalah Mbah Mesir atau Syaikh Maulana Abdul Qadir Khairi As-Sakandari, seorang ulama asal dari Iskandariyyah Mesir yang kini dimakamkan di makam auliya Desa Tambak, Kelurahan Ngadi, Kecamatan Mojo, Kediri, Jawa dan bukti yang lebih jelas dan detail tentang penyebaran thoriqoh Syadziliyah di Jawa baru ada di abad 19, ketika para santri Jawa yang sebelumnya berbondong-bondong belajar di Makkah dan Madinah pulang ke tanah air. Generasi awal adalah Idris, pendiri Pesantren Jamsaren, Solo, yang mendapatkan ijazah kemursyidannya dari Syaikh Muhammad Shalih, seorang mufti Madzhab Hanafi di Makkah. Sementara guru-guru mursyid Syadziliyyah Jawa yang lain belajar pada generasi sesudah Syaikh Shalih, yakni Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtaram, ulama Haramain asal Banyumas, Jawa Tengah, yang seangkatan -atau lebih tinggi- dengan Kyai Idris Jamsaren saat berguru kepada Syaikh Muhammad Jawa yang berguru thoriqoh Syadziliyyah kepada Syaikh Ahmad Nahrawi Muhtaram antara lain Muhammad Dalhar Watucongol, Muntilan, dan Kyai Siroj, Payaman, Magelang; Ahmad Ngadirejo, Klaten; Kyai Abdullah bin Abdul Muthalib, Kaliwungu, Kendal; dan Sayyid Abdurrahman bin Ibrahim Al-Jilani Al-Hasani Syaikh Abdul Kaafi III Sumolangu, Kebumen; dan Kiai Abdul Malik, Sokaraja, Mbah Dalhar, ijazah kemursyidan itu turun kepada putranya Ahmad Abdul Haqq Mbah Mad Watucongol, Abuya Dimyathi Cidahu, Pandeglang dan Kyai Iskandar Salatiga.Sayang ketiga pewaris kemursyidan Mbah Dalhar itu kini telah wafat. Sementara melalui jalur Ahmad Ngadirejo, ijazah kemursyidan kemudian diturunkan kepada Abdul Rozaq Tremas, kemudian diturunkan kepada Mustaqim Tulungagung. Kemursyidan Kiai Mustaqim kemudian dilanjutkan oleh Abdul Jalil Mustaqim, pengasuh Pondok Pesantren Peta Pesulukan Tarekat Agung Tulungagung. Saat ini kemursyidan di PETA dipegang oleh Solahuddin Gus Saladin, putra Kyai Abdul Jalil mewariskan ijazah kemursyidan, Mbah Kyai Mustaqim juga mengangkat beberpa khalifah. Salah khalifah Kyai Mustaqim yang paling terkenal dan legendaris adalah Abdul Hamid, Kajoran. Menjelang wafatnya, Mbah Hamid Kajoran menghadap Kyai Mustaqim dan meminta gurunya tersebut untuk mengangkat Muhaiminan Gunardo, Parakan Temanggung, sebagai khalifah thoriqoh Syadziliyyah jalur Kyai Abdullah bin Abdul Muthalib, Kaliwungu, ijazah kemursyidan turun kepada Sami’un, pendiri pesantren Parakonje, Banyumas, yang kini dilanjutkan oleh generasi keduanya, KH Zaid Abu Mansyur, Lesmana, dan KH Abu Hamid, dari Jalur Kyai Abdurrahman bin Ibrahim Al-Jilani Al-Hasani Syaikh Abdul Kaafi II Sumolangu, Kebumen, thoriqoh ini turun temurun diwariskan kepada putra-putranya Syaikh Mahfuzh dan Syaikh Thoifur, lalu pada generasi sesudahnya, Chanifudin dan Musyaffa’ itu jalur kemursyidan Syadziliyyah di Solo, dimulai dari Kyai Idris bin Zaed, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Jamsaren, Solo. Di masa Kyai Idris, Pesantren Jamsaren tumbuh pesat sebagai pusat pengajaran agama Islam yang cukup disegani di Jawa Tengah bagian selatan. Apalagi dengan menyandang kedudukan sebagai pusat pengajaran thoriqoh Syadziliyyah, yang membuat semakin menambah wibawa pesantren wafat, Mbah Idris mewariskan ijazah kemursyidan kepada diturunkan kepada kemenakannya, Abdul Mu'id bin Thohir, keturunan Kyai Imam Rozi, salah seorang senopati Pangeran Diponegoro yang bergelar Singomanja. Ketika kemursyidan berada di tangan Kyai Abdul Muid, yang bermukim di Desa Tempursari, Klaten, perlahan pamor kethoriqohan Jamsaren meredup, hanya tinggal pamor sebagai pusat pengajaran agama Islam terbesar di Abdul Mu’id mendidik ribuan murid. Salah satu yang kemudian diberi ijazah kemursyidan adalah putra tertuanya, Ma'ruf Mangunwiyoto. Karena kealimannya, Kyai Ma’ruf diminta menjadi salah seorang ulama dan qadhi hakim agama di Keraton Kasunanan Surakarta. Kyai Ma’ruf pun kemudian menetap di kampung Jenengan, sekitar dua ratus meter sebelah selatan Pasar Kembang, Solo. Ketika pecah perang kemerdekaan, Kyai Ma’ruf yang kharismatik dan menjadi salah satu tokoh besar thoriqoh Syadziliyyah di Jawa pun ikut aktif menggerakkan para kiai ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan melalui Barisan Kyai dan menurunkan ijazah kemursyidan kepada putranya, Kyai Ma'ruf, Kyai Abdul Mu'id Tempursari juga memberi ijazah kekhalifahan kepada Soeratmo bin Amir Hasan, yang lebih dikenal dengn nama Mbah Kyai Idris Kacangan, Boyolali. Selain mendapat ijazah dari Tempursari, Mbah Idris Kacangan juga mendapatkan ijazahnya dari Abdul Razaq Tremas Pacitan, yang mendapatkan ijazah kemursyidannya dari Ahmad Ma'ruf sendiri kemudian hanya sekali mengangkat salah seorang muridnya menjadi mursyid yakni Kyai Shodiq Pasiraja Banyumas. Hanya kepada Kyai Shodiq. Bahkan Kyai Ma’ruf tidak menurunkan kemursyidannya kepada putranya, Djami’ul Abror. Beliau lebih memilih mengembalikan maqam kemursyidan sepeninggalnya kepada shahibut thoriqoh, Syaikh Abil Hasan Ali Asy-Syadzili. Dengan wafatnya Kyai Ma’ruf berakhirlah garis kemursyidan thoriqoh Syadziliyyah di Solo, sebab Mbah Idris Kacangan pun hanya memiliki ijazah kekhalifahan yang tidak bisa ditinjau dari tradisi regenerasi kemursyidan thoriqoh, keputusan Kyai Ma’ruf untuk tidak lagi mengangkat seorang mursyid setelah Kyai Shodiq besar kemungkinan karena ketatnya Kyai Ma’ruf menjaga tradisi dan ajaran thoriqoh yang menegaskan bahwa kemursyidan seseorang adalah kehendak Allah dan Rasul-Nya, bukan atas kemauan sang mursyid sendiri. Hanya alasan menjaga tradisi ini yang masuk akal sampai-sampai hingga akhir hayatnya Kyai Ma’ruf tidak mengangkat putranya sendiri menjadi mursyid, meski dari segi kealimannya Gus Abror cukup memenuhi syarat. Bahkan dalam konteks tertentu, seorang mursyid pun tidak mengangkat khalifah baru, ketika seorang khalifah wafat. Habib Luthfi, misalnya, ketika diminta mengangkat pengganti Kyai Idris Kacangan oleh murid-murid Syadziliyyah di Kacangan menegaskan, “Kuwi lak karepku lan karepmu, ning karepe sing duwe thoriqoh ora ngono kuwi.” Itu –mengangkat pengganti—khan kemauan kita, tapi kehendak sang pemilik thoriqoh tidak demikian.—garis silsilahnya hanya sampai di sini,- penulis.Mengikuti tradisi keilmuan thoriqoh, murid-murid dari Syaikh Ma’ruf, Jenengan, dan Syaikh Idris, Kacangan, pun rata-rata melanjutkan bai’at dan suluk mereka kepada mursyid-mursyid thoriqoh Syadziliyyah lain yang saat ini masih hidup. Meski ada juga yang secara kasuistik justru mengibarkan bendera kemursyidan sendiri.[1] Van Bruinessen, Martin, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Bandung, Cet. III-1999, halaman 188.[2] ibid., Ibid, hlm. 224.[4] Meski begitu, dalam tradisi thoriqoh, selain pertemuan dan hubungan belajar secara fisik dengan guru yang masih hidup, terkadang juga terjadi perjumpaan dan proses belajar dengan guru thoriqoh yang sudah wafat. Proses ijazah thoriqoh semacam ini disebut ijazah barzakhi. Lihat Al-Fuyudhat Ar-Rabbaniyyah Hasil Kesepakatan Muktamar dan Musyawarah Besar Jam’iyyah Ahlith thoriqoh Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah tahun 1957-2005, Khalista, Surabaya, 2006, hlm. 162-163.[5] Ibid, hlm. 56-59[6] Martin Van Bruinessens, hlm. 20-21[7] Martin Van Bruinessens, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan, Bandung, tahun 1997, hlm. 1-100[8] Tim Penyusun, Mengenal thoriqoh, Panduan untuk Pemula Mengenal Allah, Sekretariat Jenderal Jatman dan Aneka Ilmu, Semarang, 2005, hlm. 34.[9] Muhdhor Assegaf, Biografi Abdul Malik bin Muhammad Ilyas Mursyid thoriqoh Naqsyabandiyyah, Pelita Hati, Solo, 2008, hlm. 80-100[10] Berbagai catatan silsilah thoriqoh syadziliyah di website-website yang mengulas tokoh tersebut, seperti dan sumber-sumber lain.[11] Disebut Syadziliyah Darqawiyah karena sanadnya melalui Syaikh Muhammad Al-Arabi Ad-Darqawi. Sementara thoriqoh Syadziliyyah di Indonesia yang masuk lebih dulu sering disebut dengan Syadziliyyah Maydumiyyah, karena sanadnya melalui Syaikh Abul Fath Al-Maydumi. Selain kedua cabang itu, Syadziliyyah juga berkembang menjadi beberapa cabang lagi seperti Maryamiyyah, Attasiyyah, Badawiyyah, Hasyimiyyah dan lain sebagainya. Sumber Tim Penulis Lajnah Ta’lif wan Nasr, Mengenal thoriqoh, LTN-JATMAN, 2005, hlm. 31 dan Tim Penyusun JATMAN, loc. Cit. hlm. 14[13] Tim Penyusun JATMAN, loc. cit. hlm. 22 [14] Ibid, hlm. 23 dan Prof. Aboebakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat; Uraian Tentang Mistik, Ramadhani, Solo, tt, hlm. 64-69[15] Syaikh Muhammad Amin Kurdi, Tanwirul Qulub fi Muamalati Allamil Ghuyub, Dar el-Fikr, Beirut, tt. hlm[16] Ibid[17] Ja’far bin Abdul Karim Al-Barzanji, Al-Lujjain Ad-Dani fi Manaqib Al-Quthb Ar-Rabbani Syaikh Abd Al-Qadir Al-Jilani, dalam Bulughul Amani terjemah manaqib dalam bahasa Jawa, Hasyim Putra, Semarang, tt. Hlm 31.[18] Hasil wawancara dengan Busroni, Nurhadi Syafi’I dan Muhammad Masroni, ketiganya adalah badal asisten mursyid dari Maulana Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, sekaligus juga pengurus pusat Jam’iyyah Ahlith thoriqoh Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah JATMAN di mana Habib Luthfi juga menjadi Rais Am-nya.[19] Ibid[20] Ibid[21] Muhammad Miftah Anwar dan Muhdhor Assegaf, Biografi Al-Imam Asy-Syadzili, Kepribadian dan Pandangan, Penerbit Al-Anwar, Brebes, 2012, hlm. 21[22] Tim Penyusun JATMAN, Abdurrahman Wahid, Gus Miek Wajah Sebuah Kerinduan, dalam kumpulan tulisan Gus Dur, Kyai Nyentrik Membela Pemerintah, LKIS, Yogyakarta, cetakan III, 2000, website resmi Pesantren yang dirintis oleh Sami’un, kini diasuh oleh generasi ketiga.[28] dan Hasil wawancara dengan Nyai Hj. Umi Kulsum Istri Almarhum DJami’ul Abror, menantu Ma’ruf, serta Busroni dan Nurhadi Syafi’I, keduanya adalah badal mursyid thoriqoh Syadziliyyah dari Maulana Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim Bin Yahya, Pekalongan.[30] Hasil wawancara dengan Nyai Hj. Umi Kulsum Istri Almarhum DJami’ul Abror, menantu Ma’ruf[31] Wawancara dengan Kyai Busroni, Solo. Thoriqoh Thoriqoh Shiddiqiyyah saat ini dipimpin oleh seorang Mursyid yaitu Almukarom Syekh Kyai Muchammad Muchtar Mu’thi putra dari pasangan Hajj Abdul Mu’thi dan Nyai Nashihah. Dilahirkan di desa Losari, Ploso Jombang Jawa Timur, tanggal 14 Oktober 1928. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah Madrasah Islamiyah Rejoagung, Ploso, Jombang, Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang, kemudian dilanjutkan di Pesantren Tambakberas, Jombang. Setelah menempuh pendidikan pesantren beliau menjadi guru Madrasah di Lamongan dan pada saat itulah bertemu dengan Syekh Ahmad Syuaib Jamali Al Banteni yang pada akhirnya melimpahkan Ilmu Thoriqoh pada Muchammad Muchtar. Beliau mendapat pendidikan dan pengajaran Thoriqoh dari Syekh Syuaib dalam crass program, atau program intensif lima tahun. Mulai tahun 1959 Kyai Muchtar mengajarkan Thoriqoh Shiddiqiyyah di desa Losari Ploso Jombang sampai sekarang. Pada perkembangan terakhir ini, Thoriqoh Shiddiqiyyah sudah tersebar ke berbagai pelosok tanah air Indonesia bahkan ke negera tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Brunei Darussalam. Murid-murid thoriqoh Shiddiyyah terus bertambah setiap hari dan diperkirakan sekarang ini lebih dari lima juta orang. Mereka terdiri dari segala umur, berbagai tingkat sosial ekonomi dan berbagai profesi dan keahlian. Karena pesatnya perkembangan kaum muslimin muslimat yang memerlukan bimbingan pelajaran thoriqoh Shiddiqiyyah, beliau Mursyid, mengangkat wakil-wakil yang disebut Kholifah yang bertugas mewakili Mursyid memberikan bimbingan pada murid-murid Shiddiyyah di seluruh penjuru nusantara. Kholifah yang pertama diangkat adalah Slamet Makmun, sebagai murid pertama, kemudian dikuti Duchan Iskandar, Sunyoto Hasan Achmad, Ahmad Safi’in, Saifu Umar Acmadi, Muhammad Munif dan lain-lain hingga lebih dari 40 orang kholifah. Pimpinan / Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah Kyai Muchammad Muchtar bin Hajji Abdul Mu’thi Lahir Losari, Ploso Jombang, 14 Oktober 1928 Alamat Desa Losari Kec. Ploso Kab. Jombang Jawa Timur Pendidikan Madrasah Islamiyah Rejoagung Ploso Jombang Pesantren Rejoso Peterongan Jombang Pesantren Tambakberas, Jombang Sumber Bahan Sosialisasi ORSHID dan Laporan YPS Pusat ke Kejaksaan Negeri Jombang 1989 KH. M. Baidowi Muslich dalam Pertemuan Mursyid Khalifah, Badal, dan Muqoddam di PP Miftahul Huda, Gading, Malang Dok. PPMHAda yang mengatakan thoriqoh hanyalah forum dzikir yang dilembagakan, bid'ah dan tidak ada dasarnya. Padahal, thoriqoh sebenarnya merupakan perilaku kehidupan Rasulullah Saw sendiri yang penuh keruhanian; yaitu ibadah, perbaikan akhlak, zuhud, hidup sederhana, bekerja keras, dan sosial. Namun hati-hati, tidak semua thoriqoh benar. Hanya thoriqoh yang mu'tabaroh bersumber dari nabi muhammad Saw yang dapat Juga Silsilah Ijazah Mursyid Thoriqoh Kyai Muhammad YahyaSeorang pemikir Islam modern, Fazluh Rahman, mengomentari thoriqoh qodiriyah; bahwa thoriqoh yang didirikan oleh syaikh Abdul Qodir Jaelani itu mempunyai asas-asas bercita-cita tinggi, melaksanakan cita-cita, membesarkan nikmat, memelihara kehormatan dan memperbaiki khidmat kepada Allah Swt. Sedangkan Naqsabandiyah yang didirikan oleh Muhammad bin Bahaudin al Uwasi al Bukhori itu mempuyai dasar-dasar yang kuat dan berpegang kepada ahlussunnah, hidup sederhana, mengerjakan agama dengan sungguh-sungguh mengikuti akhlak Rasulullah Saw meninggalkan semua selain Allah Swt, menyembunyikan dzikir, selalu ingat Allah Swt, selalu menyendiri dalam keramaian bersama Allah Swt, merasa diawasi Allah Swt, tidak meringan-ringankan agama dan tarikan nafas yang selalu mengingat Allah yang diajarkan Rasulullah SawSecara sederhana thoriqoh merupakan cara mendekatkan diri taqorrub kepada Allah Swt. Yaitu dengan menjalankan agama islam dengan lebih hati-hati dan teliti, seperti menjauhi perbuatan syubhat, melaksanakan keutamaan-keutamaan sesudah melaksanakan kewajiban-kewajiban seperti mengerjakan sholat tahajjud, sholat sunnah rawatib dan sebagainya. Serta sungguh-sungguh mengerjakan ibadah seperti puasa senin dan kamis, rajin membaca al-qur'an, sholawat, dzikir, tasbih, istighfar dan dasarnya, thoriqoh merupakan ilmu yang digunakan untuk mengetahui hal ihwal nafsu dan sifat-sifat hati. Dengan thoriqoh dapat diketahui mana sifat yang madzmumah tercela menurut syara' kemudian di jauhinya, dan mana sifat yang mahmudah terpuji menurut syara' kemudian diamalkan. Dengan demikian thoriqoh merupakan amaliyah tasawuf yang bertujuan untuk mencari ridho Allah al qur'an dinyatakan bahwa "Jika mereka tetap istiqomah menempuh jalan itu thoriqoh, maka benar-benar akan kami berikan air yang segar rizki yang berlimpah". 16. Ayat ini menjelaskan bahwa jika seorang hamba Allah Swt istiqomah menjalankan wirid, dzikir, muroqobah, musyahadah dan menjalankan beberapa sifat mahmudah terpuji serta meninggalkan beberapa sifat madzmumah tercela yang semuanya bertujuan hanya memohon ridho Allah Swt, maka Allah Swt pasti memenuhi hati mereka dengan asror rahasia dan ma'rifah ilahiyah serta mahabbah ilah. Tafsir Showi juz 4 216 .Ketika wafat Rasululah sudah dekat, para sahabat menangis seraya berkata, "Wahai Rasululah, engkau utusan Allah pada kita dan mengukuhkan perkumpulan kita dan menjadi pusat urusan-urusan kita. Ketika engkau meninggalkan kami, maka kepada siapa kami kembali?" jawab Rasulullah Saw. "Aku telah meninggalkan dua pusaka yaitu syariat islam at thoriqoh al baidho' yaitu thoriqoh yang bersih yang sanadnya muttasil pada Rasulullah. Dan aku telah meninggalkan untukmu dua petunjuk, yaitu petunjuk yang dapat berbicara yakni al-Qur'an, dan petunjuk yang tidak dapat berbicara yakni maut. Apabila ada sesuatu hal yang menyulitkan kalian, maka kembalilah kalian pada al Qur'an dan al Hadits. Dan ketika keras hatimu yakni tidak bisa menerima nasihat, maka lemaskanlah hatimu dengan memikirkan hal ihwal orang yang sudah meninggal." HR Abdullah Bin Mas'ud ra.Dalam suatu hadits dari Saddad Bin Aus dan 'ubadah Bin Shomit ra diriwayatkan, keduanya mengatakan, "apakah di antara kamu ada orang lain ?" kami menjawab, "tidak ada wahai Rasulullah". Kemudian Rasulullah menyuruh agar pintu ditutup, kemudian Rasulullah Saw bersabda, "Angkatlah kedua tanganmu dan ucapkan kalimah Laa ilaha illah".Thoriqoh para SahabatSemua sahabat Rasulullah Saw melakukan thoriqoh, tidak hanya sahabat Abu Bakar dan sahabat Ali bin Abi Tholib saja. Sahabat yang lain juga melakukan thoriqoh, namun caranya berbeda-beda sehingga kemasyhurannyapun berbeda-beda pula. Seperti Umar bin Khattab yang masyhur dengan sebutan ahli as sholabah fiddin kuat agamanya, Utsman bin Affan masyhur dengan sebutan ahli syiddatul haya' pemalu. Sayyidina hamzah dan khalid bin Walid masyhur dengan ahli faroid, Abdullah bin Mas'ud masyhur dengan ahli qiro'at, Abu Dzar masyhur dengan ahli zuhud, Muadz bin Jabal masyhur sebagai ahli fiqh ilmu halal dan haram dan banyak lagi bidang-bidang yang dijalani para sahabat suluk kepada Allah Abu Bakar ra dan Sayyidina Ali keduanya adalah sahabat yang masyhur ahli dzikir nafi-itsbat dan dzikir ismu-dzat. Akan tetapi sayyidina Ali fana'nya dalam dzikir nafi-itsbat menyebut kalimah laa ilaaha illah, sedangkan Abu Bakar fana'nya di dalam dzikir ismu-dzat menyebut nama Allah, Allah, Allah. Dzikir nafi'-isbat dan ismu-dzat inilah yang kemudian berkembang secara turun-temurun melahirkan thoriqoh-thoriqoh mu' ThariqohTujuan melakukan thariqoh adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt dan mencari ridho-Nya, sebagaimana do'a yang dibaca setelah dzikir Qodiriyah dan Naqsabandiyah yang artinya "Ya Allah, Engkaulah yang aku tuju, dan keridhoanMu yang aku cari. Berikan kepadaku mahabbah rasa cinta dan ma'rifat kepadaMu". Dengan melakukan ilmu thoriqoh, seorang saalik orang yang menetapkan hati menempuh jalan akhirat dengan selamat berupaya semaksimal mungkin untuk bisa sampai kepada derajat mengosongkan hati dari sifat-sifat tercela. Maka dari itu tujuan akhir melaksanakan ilmu thariqoh adalah agar seseorang bisa menghiasi hatinya dengan sifat dzikir, muraqabah, mahabbah, ma'rifat dan musyahadah kepada Allah thariqoh lebih utama dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Alasannya, ilmu thariqoh itu bisa membersihkan hati dari sifat-sifat tercela, hina menurut syara' serta membawa hati pada sifat ma'rifat dan musyahadah kepada Allah Swt. Adapun posisi ilmu thoriqoh diantara ilmu-ilmu yang lain adalah bahwa ilmu thoriqoh sebagai asal dari setiap ilmu. Sedangkan ilmu-ilmu yang lain sebagai cabang dari ilmu thoriqoh. Kitab Miftahul Jannah.Hubungan syariat dengan thoriqoh bagaikan jasad dengan ruhnya. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Ruh tanpa jasad tidak mungkin bisa berdiri tegak sebagaimana layaknya manusia. Sebaliknya, jasad tanpa ruh adalah mayat. Thoriqoh digunakan manusia untuk menghasilkan kesempurnaan keikhlasan. Sedangkan ikhlas ini merupakan amal ibadah tersendiri yang hanya bisa dikerjakan oleh hati. Adapun syari'at digunakan untuk membangun rukun-rukun agama secara menggabungkan syari'at dan thoriqoh nantinya akan diperoleh amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara yang benar dan hati yang ikhlas. Dengan demikian mengerjakan shalat fardlu ilmu syariat dan memahami ilmu menjadikan hati yang ikhlas merupakan kewajiban yang tidak diragukan lagi. Adapun cara untuk menghasilkan kedua ilmu tersebut, sekaligus untuk menghindarkan diri dari lupa terhadap Allah Swt serta menghindari tersesatnya hati adalah dengan melaksanakan dzikir kepada Allah Swt. Sebab Allah sudah menyatakan bahwa dzikir itulah yang akan menentramkan hati manusia. "Orang-orang mu'min hatinya tentram karena mengingat Allah. Ingatlah! karena dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram." QS. Ar-Ra'du 28.Hukum mengikuti thoriqohHukum mengikuti thoriqoh ini diperinci sebagai berikut Apabila belajar ilmu thariqoh untuk membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, maka hukumnya fardlu 'ain bagi setiap mukallaf. Adapun berbai'at kepada seorang guru mursyid hukumnya sunnah nabawiyyah. Kemudian melaksanakan thoriqoh bagi merka yang sudah berbai'at hukumnya wajib. Adapun mentalqin murid dengan dzikir dan cara-cara dzikir tertentu oleh guru mursyid hukumnya dan cara menjalankan thoriqohPada mulanya seseorang yang masuk thoriqoh sudah harus memahami I'tiqod 50 atau yang lebih dikenal dengan aqo'id seket dasar-dasar aqidah berupa sifat wajib dan sifat muhal Allah, sifat wajib dan sifat muhal bagi para Rasul, sifat jaiz Allah dan para Rasul serta sudah mengerti ilmu syari'at secara keseluruhan dan mengamalkannya. Namun mengingat banyaknya ajaran yang menyesatkan umat Islam dan menyeret umat kepada kesyirikan seperti thariqoh bathilah yang silsilahnya tidak sampai pada Rasulullah Saw, maka mursyid thariqoh mu'tabaroh memberikan kemudahan-kemudahan. Umat Islam yang belum sempurna ilmu dan amaliyah syari'atnya bisa mengikuti bai'at janji melaksanakan dzikir thariqoh secara benar dengan syarat harus memperdalam ilmu syari'at setelah bai'at. Thoriqoh dan syari'at kemudian harus berjalan bersama-sama dengan senantiasa memperdalam ilmu dan meningkatkan amal. Inilah model dakwah ulama-ulama contoh thoriqoh mu'tabaroh adalah thoriqoh qodiriyah. Kaifiyah atau cara menjalankan thariqoh ini adalah setiap selesai shalat fardlu membaca dzikir Laa illaha illallaah sebanyak 165 kali. Amaliyah ini kemudian harus diikuti dengan sungguh-sungguh menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala thariqoh hanyalah jalan menuju Allah Swt. Thariqoh tidak hanya satu atau dua macam, tetapi banyak. Sebanyak bilangan manusia yang berjalan menuju Allah Swt.* Penulis adalah Kepala PP. Miftahul Huda, Gading Kasri – Malang dan ketua MUI Kota Malang.

mursyid thoriqoh yang masih hidup